Satu
catatan pertama yang bisa saya katakan adalah rakyat Indonesia belum
semua cerdas. Jadi masih gampang untuk mempengaruhi pemilih kedepan
apalagi dia masih pemilih pemula. Jadi untuk catatan pertama ini semua
sudah tahu. Jadi kalau anda termasuk tipe yang ahli dalam membangun
citra dan mempengaruhi orang, mendaftarlah.
Kedua
adalah fakta kemiskinan di Indonesia yang terkonsentrasi di pedesaan
yang konon kurang berpendidikan dan tidak berpikir kritis. Jadi kalau
anda punya uang segeralah masuk partai besar dan calonkan diri menjadi
calon presiden dari partai dengan mengelontorkan dana yang melimpah.
Setalah itu, segeralah mengalirkan pundit-pundi kekayaan anda kepada
masyarakat desa yang miskin dan bodoh itu. Merasa masuk kriteria ini,
mendaftarlah dari sekarang. Anda masih punya waktu dua atau tiga tahun
lagi.
Kalau
anda punya wajah yang jelek dan tidak berpotensi jadi model mendaftarlah
jadi presiden. Negeri ini punya pemikiran yang gamang tentang
penampilan. Saat ini pilihan tentang yang ganteng sudah mengalami
revolusi. Lihat saja Miss Universe, kalau ukuran Indonesia tentu tidak
ganteng. Lihat juga semua penceramah agama yang masuk TV, berap seh yang
ganteng? Sedangkan jadi host sabuah acara di Tv aja sudah banyak wajah
yang pas-pasan bahkan minim. Lagian, negeri ini sudah bosan melihat pemimpin yang ganteng selama tujuh tahun ini. Merasa kurang ganteng? Segera hubungi KPU.
Selanjutnya
yang terakhir dan yang terpenting adalah penciptakan sensasi baru.
Menurut analisa saya rakyat Indonesia suka untuk mencoba hal-hal baru,
termauk pemimpinnya. Lihat saja runtutan perangai presiden berikut ini.
Sukarno terkenal galak, meledak-ledak, revolusioner dan anti
imperialisme. Setelah itu muncul pemimpin yang langgeng dengan perangai
yang lebih gemulai. Kalau Sukarno suka melukis dan seni, Suharto punya
kesenagan lain. Ia lebih suka memancing dan mengoleksi mobil dan motor
mewah dan antik.
Lain Suharto, lain Habibie. Habibie
lebih pragmatis dan blak-blakan. Presiden ini lebih demokratis
disbanding Suharto makanya sampai Timor Timor (Sekarang Timor Leste)
lepas dari NKRI. Soharto yang sangat Indonesia lebih suka berbicara
dalam bahasa Indoesia sementara Habibie lebih suka berbahsa Indonesia
campur sari, dengan aksen yang kebarat-baratan. Suharto yang suka
memancing, habibie suka membaca.
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) muncul
dengan celotehan dan guyon-guyon segar dan ceplas-ceplos. Beda dengan
Habibie yang sudah bosan keluar negeri, Gus Dur lebih suka jalan-jalan
keluar negeri. Gus Dus lebih cocok diangkat jadi presiden “Back Paker”
yang suka traveling. Keunikan lain dari Gus Dur adalah ketika ia membuat
Istana seperti tempat umum yang bisa dimasuki oleh siapapun dan
kapanpun.Kalau presiden ini hobinya adalah bola. Makanya ga heran kalau
beliu suka membuat prediksi pertandingan sepak bola.
Megawati muncul mengantikan Gus Dur
dengan kebisuan seribu bahasa. Megawati termasuk presiden yang gugup dan
selalu demam panggung. Makanya, mbak Mega sangat vokal sebelum naik
jadi presiden dan pasca kekuasaannya berakhir. Sebaliknya, ketika dia
naik panggung kepresidenan, tahunya hanya diam, gemetar dan grogi
setengah hidup dan tidak bisa berkata-kata.
Setelah itu, muncullah presiden
sekarang yang sangat beda dari Megawati. Kalau mbak Mega terkesan
sebagai “silent queen”, presiden sekarang lebih cocok dikatakan sebagai
“the textual king”. Kalau Mega cenderung menutup rapat bibirnya, bapak
yang satu ini suka menguntai kata dan banyak bicara. Sampai-sampai
presiden ini suka curhat kalau kurang tidur, dizolimi dan dikeroyok.
Presiden ini tidak cocok jadi presiden Indonesia tapi lebih cocok jadi
Presiden NATO (No Action Talk Only). Kalau mbak Mega Suka dengan
rusanya, raja ganteng sejagad ini lebih suka menyanyi, menciptakan lagu
dan menemani sang istri jepret sana, jepret sini. Kayaknya, saudara
ganteng ini bercita-cita jadi artis tapi tidak kesampaian.
Kalau melihat perangai presiden yang
sekarang dan yang terdahulu, kedepan publik akan mengunggu seorang figur
pemimpin yang jauh berbeda dari semua pemimpin-pemimpin inirefrensi: http://politik.kompasiana.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar